Polemik seputar kembalinya Ujian Nasional (UN) terus mengundang perdebatan, terutama bagi pendidik, siswa, dan orang tua. Sebagai seorang guru, saya ingin menyuarakan ketidaksetujuan saya terhadap rencana diberlakukannya kembali UN sebagai penentu kelulusan. Saya lebih setuju dengan pendekatan yang menempatkan tanggung jawab ujian kelulusan di tangan sekolah, ditambah dengan sejumlah soal "titipan" pemerintah yang mengacu pada standar pendidikan nasional.
Mengapa demikian ? Begini ...
Ujian Nasional, yang sempat dihentikan, selalu menjadi momok besar dalam dunia pendidikan kita. Meskipun bertujuan untuk standarisasi, pelaksanaannya membawa tekanan yang besar bagi siswa. Para murid sering dipaksa untuk mengejar materi yang luas dalam waktu singkat, mengabaikan proses pembelajaran yang bermakna. Fokus pada nilai akhir membuat pengajaran cenderung berorientasi pada hafalan, bukan pada pemahaman yang mendalam.
Di sisi lain, kembalinya UN dapat memunculkan ketimpangan pendidikan yang kian lebar. Sekolah-sekolah di daerah terpencil yang memiliki keterbatasan fasilitas dan sumber daya akan semakin sulit bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan di kota besar. Standar yang seragam, tanpa mempertimbangkan kesenjangan ini, hanya akan memperburuk ketidakadilan dalam sistem pendidikan kita.
Mengapa Ujian Sekolah Lebih Relevan?
Ujian sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk mengevaluasi siswa berdasarkan kemampuan dan kondisi yang lebih sesuai dengan lingkungan belajar mereka. Guru yang setiap hari berinteraksi dengan siswa tentu lebih memahami kemampuan mereka dibandingkan pihak eksternal. Dengan demikian, penilaian yang diberikan akan lebih mencerminkan kompetensi riil yang dimiliki oleh siswa.
Namun, kita tetap membutuhkan standar pendidikan nasional. Oleh karena itu, saya mendukung adanya soal "titipan" dari pemerintah yang mengacu pada standar tersebut. Ini memastikan bahwa siswa dari Sabang hingga Merauke memiliki pemahaman minimal yang seragam pada bidang-bidang penting, tetapi tetap memberikan fleksibilitas kepada sekolah untuk menilai secara komprehensif sesuai kondisi mereka.
Ujian Kelulusan yang Adil dan Berkualitas
Dengan kombinasi ujian sekolah dan soal standar dari pemerintah, evaluasi terhadap siswa menjadi lebih berimbang. Soal "titipan" ini berfungsi sebagai tolok ukur nasional, sementara ujian yang disusun oleh guru di sekolah dapat menilai aspek yang lebih luas, termasuk keterampilan berpikir kritis dan pemahaman kontekstual. Pendekatan ini mendukung proses belajar-mengajar yang tidak hanya mengejar nilai, tetapi juga memprioritaskan pembentukan karakter dan kompetensi abad ke-21.
Selain itu, pendekatan ini bisa memotivasi guru untuk lebih kreatif dalam menyusun strategi pengajaran, karena penilaian tidak semata-mata berdasarkan hasil UN yang menakutkan. Pendidikan seharusnya membekali siswa dengan keterampilan hidup, bukan sekadar kemampuan menghafal materi demi lulus ujian.
Menata Pendidikan yang Lebih Manusiawi
Pendidikan bukan hanya soal nilai, tetapi juga soal proses yang menghargai perbedaan dan keunikan setiap anak. UN dalam format lamanya tidak mampu menangkap keberagaman ini. Dengan mengandalkan ujian sekolah, kita dapat merancang evaluasi yang lebih manusiawi dan relevan, menyiapkan siswa untuk menghadapi tantangan di dunia nyata.
Maka, mari kita pikirkan kembali rencana kembalinya Ujian Nasional. Daripada kembali ke sistem yang membatasi, marilah kita melangkah maju dengan sistem evaluasi yang lebih adil, fleksibel, dan tetap terstandarisasi. Ujian sekolah dengan soal "titipan" dari pemerintah adalah jalan tengah yang lebih baik demi masa depan pendidikan Indonesia yang berkualitas dan inklusif.
Artikel diatas ditulis dengan bantuan AI
Achsin Bawono
Bukan guru penggerak namun selalu bergerak