Akhir Agustus sampai September, rasanya seperti musim sibuk nasional bagi dunia pendidikan.
Ya, siapa lagi kalau bukan karena ANBK — Asesmen Nasional Berbasis Komputer!
Sebagai guru sekaligus operator ujian, bulan ini benar-benar bikin kepala penuh file, data, dan jadwal simulasi. 😅
Tapi bukan hanya ANBK di sekolah saya sendiri, tahun ini saya juga “kebagian rezeki tambahan” — diminta membantu menjadi operator ANBK untuk tiga SD di sekitar sekolah.
Awalnya saya pikir, “Ah, bantu sedikit saja.”
Eh ternyata... sedikitnya itu seharian penuh! Dari memastikan login peserta, mengatur sesi, memastikan jaringan aman, sampai menenangkan anak-anak yang panik karena tiba-tiba komputer “not responding.” 😅
Capek? Pasti.
Pusing? Jangan ditanya.
Lelah? Tentu saja.
Tapi anehnya, di tengah kelelahan itu… ada rasa senang dan bangga.
Saya melihat anak-anak SD itu semangat sekali mengikuti ANBK.
Ada yang gugup, ada yang penasaran, ada juga yang langsung klik dengan percaya diri (meski kadang belum baca soal 😄). Dari situ saya sadar, tugas saya bukan sekadar jadi operator, tapi juga bagian dari proses mereka tumbuh dan belajar menghadapi dunia digital.
Dan jujur saja… ada motivasi lain juga.
Dengan membantu SD-SD di sekitar sekolah, saya sekaligus bisa promosi halus tentang sekolah saya sendiri. 😅
Siapa tahu nanti anak-anak itu, ketika lulus SD, akan bilang:
“Ah, di SMP itu dulu aku pernah ANBK, gurunya baik, komputernya bagus, sekolahnya asyik — aku mau sekolah di sana aja!”
Jadi, meskipun lelah dan waktunya hampir habis untuk urusan teknis, semua itu tetap terasa berarti.
Karena di balik ribetnya ANBK, ada misi mulia yang sama: demi masa depan anak bangsa.
Dan kalau saya bisa sedikit berperan di dalamnya — bahkan hanya lewat “klik login peserta” — saya rasa itu sudah cukup membuat semua rasa capek jadi sepadan.
